Roma 8:26 (TB) Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.
Tidak terasa hampir setahun aku ada di kampung, kota kelahiranku. Kota kecil di tepian Danau toba. Kepulangan yang tak pernah ku rencanakan sebelumnya. Kepergian bapak untuk selamanya akhirnya memanggil aku untuk kembali ke kota ini lagi.
Kota ini tak seramai 14 tahun lalu, ketika aku meninggalkannya untuk pertama kali. Biasanya kota ini selalu di penuhi para wisatawan lokal ataupun mancanegara. Sekali ini tidak lagi kelihatan wisatawan luar yang berjalan di pinggiran danau ataupun di pinggiran jalan lintas. Padahal kunjungan wisatawanlah yang menjadi sumber mata pencaharian mayoritas masyarakat di sini. Banyak orang mulai mengeluhkan kondisi ini dan membuatku cukup tergugah.
Suatu kali sehabis lari pagi, aku duduk di tepian danau. Aku mulai berdoa memberkati tempat itu dan danau toba. Lalu ditengah doa, Roh kudus mengajariku berdoa seperti ini: Tuhan bukan pengunjung yang banyak yang kami butuhkan saat ini, tapi lebih dari itu pulihkan masyarakat ini. Biar setiap kami terus dibentuk, dipersiapkan sampai saatnya Tuhan mencurahkan berkat2 Mu untuk kota ini. Sampai saat doaku selesai, aku tidak mengerti maksudnya. Bukankah aku berdoa untuk kota ini justru karna aku mendengar keluhan masyarakat tentang perekonomian yang melemah karna sepi pengunjung?? Bukankah seharusnya aku meminta pengunjung yang banyak??
Saat itu bulan Desember, biasanya bulan ini menjadi bulan tersibuk sepanjang tahun. Maklum saja penduduknya yang mayoritas kristen akan disibukkan dengan kunjungan sanak keluarga yang datang dari perantauan. Libur natal dan tahun baru akan dimanfaatkan untuk moment saling mengunjungi keluarga atau sekedar liburan di sekitar danau toba. Event event akhir tahun juga akan banyak dilirik wisatawan di tempat ini. Moment inilah juga yang dimanfaatkan masyarakat untuk mengais rezeki dari kunjungan para wisatawan. Mereka yang biasanya berjualan mulai ngestok barang dagangan, atau mereka sekedar merapikan tempat yang akan disewakan. Menyiapkan lahan parkir. Atau menyiapkan kamar2 di rumah yang biasanya menjadi tempat penginapan dadakan sekiranya hotel atau penginapan2 penuh seperti sebelumnya.
Sebelum memasuki bulan Desember, Curah hujan yang terus menerus membuat debit air danau naik. Dalam bayanganku para pengunjung akan sangat menikmati berenang di pinggiran danau tanpa harus jauh2 ke dalam sana. Anak2 mereka bisa berlarian di pinggiran danau tanpa lepas dari pandangan orang tua mereka. Ternyata curah hujan itu juga memberi dampak lain. Jalan2 lintas sumatra banyak yang rusak, banjir dimana2. Sedikit banyak ini ternyata berpengaruh terhadap kunjungan ke kotaku. Hari terus berganti, keramaian yang ditunggu2 tidak seperti yang diharapkan.
Natal selesai, berganti tahun baru lalu kemudian tahun baru selesai! tapi pengunjung yang diharapkan tidak pernah kelihatan. Masyarakat mulai mengeluh lagi. Apakah segitu murkanya Tuhan akan kota ini pikirku saat itu?? Mendengar itu, aku teringat kembali doa yang ku sampaikan di pantai itu. Aku masih belum mengerti. Ada perasaan tertuduh dalam hati, rasanya aku seperti orang yang sangat egois meminta itu pada Tuhan. Namun disisi lain batinku berkata bahwa aku hanya mengatakan apa yang Roh Kudus taruhkan dihatiku. Dan itu cukup melegakan aku.
**
Kemarin malam, kami di kejutkan dengan kerumunan orang ramai tak jauh dari rumah. Setelah ditanya tanya trrnyata ada perkelahian pasangan muda suami istri. Si suami ngacungin pisau ngancem orang2. Entah apa yang mereka permasalahkan aku ga tau secara detail. Sekilas yang aku dengar hanya masalah perebutan mengasuh anak. Aku dengerin cerita orang2 sekitar, itu sudah berulang kali terjadi. Dan ternyata si bapak yang mengamuk sedang mabuk. Bukan hanya sekedar mabuk minuman, diduga keras dia sedang dalam pengaruh obat2an.
Cerita punya cerita, ternyata bukan hanya dia pengguna di kota ini. Bukan hanya dia yang punya kelakuan "aneh" seperti itu di kota ini. Bahkan menurut mereka 80% anak muda dikota ini diduga udah pernah makai obat2an terlarang. Ada yang udah bolak balik masuk bui karena razia. Bagi mereka yang punya cukup uang, mereka masuk rehabilitasi. Tapi tak banyak seperti mereka karna susahnya perekonomian saat ini.
Dan tak jarang diantara mereka tak tertangani dengan baik, OD, lalu meninggal. Hatiku terguncang sekali saat itu. Sedih, miris, marah,kaget campur ataduk. Kota sekecil ini yang aku kira masih sangat kental dengan adat istiadat dan kekerabatan ternyata sudah sehancur itu. Hamil di luar nikah ternyata bukan menjadi satu hal yang tabu lagi. Sekarang orang2 bukan mikir cara menjaga kesucian sampai nikah. Tapi bagaimana menikahkan pasangan yang udah terlanjur hamil duluan. Dan nilai bonus kalau orang2 tak tau kalau sudah hamil sebelum nikah.
Gampangnya cari duit dari danau toba dulu, ternyata mengubah kota ini. Belum lagi gaya hidup pengunjung yang datang seDikit banyak akhirnya mengubah kami. Tidak adanya landasan iman yang kuat membuat kami gampang tergerus zaman. Dan ketergantungan kami pada danau ini, membuat kami terlena dan lupa siapa yang menyediakan itu bagi kami. Rasa yang tak pernah bersyukur membuat kami lambat laun lupa melestarikannya. Menganggap bahwa alam akan terus menyediakan keindahannya bagi kami.
Baru pada titik ini aku mengerti apa maksud doa yang disampaikan beberapa bulan lalu. Aku mengerti bagaimana justru kecintaan Tuhan akan kota inilah yang mengizinkan semua terjadi. Semata2 agar kami berbalik padaNya. Bukankah sebenarnya hanya perkara mudah saja bagi Tuhan untuk mendatangkan pengunjung?? Mengingat pesona Danau ini memang tak terbilang. Tapi kalau kami tidak siap, bukankah semua berkat itu justru mendatangkan kehancuran bagi kota ini??
Hari-hari ini yang kulakukan hanyalah berdiri bagi kota ini. Mengizinkan Tuhan menyatakan keinginannya melalui doa- doa yang terus di naikkan. Meresponi setiap kerinduan bagi kota ini. "Merebut kota ini di alam roh" begitu kalimat pembimbing rohaniku meneguhkanku.