Minggu, 26 April 2020

Menjadi manusia




Aku bersyukur Tuhan menjadikan aku manusia dan bukan mahluk lain. Menjadikan aku Mahluk yang punya derajat lebih tinggi dari mahluk ciptaan lainnya. Memiliki emosi dan perasaan dan juga memiliki sebuah anugrah besar yang disebut “kehendak bebas” dari Tuhan. Meskipun disamping itu, aku menyadari sebagai manusia, juga harus bertanggung jawab untuk mengelola emosi dan kehendak bebas tadi. Karna tidak jarang justru anugrah kehendak bebas tadi justru membuat diri ku sebagai manusia sulit dan kesulitan menjadi manusia yang seharusnya.

Pernah gak punya pengalaman seperti ini: Merasa hidup lagi bener banget, mendapat semacam inspirasi dan pengertian yang akhirnya bikin semangat dan merasa hidup lagi produktif banget. Kayak kreatifitas nimbul muncul terus dan beraneka ragam. Nah.. trus tiba-tiba muncul masalah sepele, dan tiba-tiba hal itu seperti mempengaruhi seluruh hidupmu. Semangat yang berapi api tadi seolah hilang dalam sekejap. Walaupun mungkin masih banyak ide di kepala, tapi seolah ga ada tenaga untuk merealisasikannya menjadi sebuah karya. Dengan kata lain STUCK!!

Aku baru mengalaminya, dan rasanya itu sangat tidak enak. Dan tidak nyaman. Aku bisa merasa itu ga bener dan selalu berusaha untuk bangkit. Namun ternyata ga semudah mengucapkannya. Seolah olah aku juga ga tau mau bangkit ke arah mana, atau ke arah yang seperti apa. Ga tau gimana caranya bangkit dan kalaupun bangkit,seolah-olah aku tidak punya bayangan tempat yang bakal aku tuju. Semakin dilawan, tapi rasanya ga bisa, hanya energi saja yang terus terkuras dan yang ada malah merasa semakin melelahkan namun tidak ada hasil. Semua Seolah olah ga ada yang bener ga ada clue.

Di satu ttitik aku mulai menyadari kalau ini itu wajar adanya. Ini yang dinamakan dengan emosi tadi, yang mengkonfirmasi kalau kita adalah manusia yang NORMAL yang punya perasaan dan emosi . perasaan sedih, perasaan kecewa, perasaan bingung, perasaan lemah, dan perasaan2 lain . tapi kemudian kita juga punya semacam REMOTE yang akan menjadi ujung dari semua perasaan ini. yang membuat kita bisa membuat arah, ke mana perasaan itu akan kita bawa. Atau keputusan seperti apa yang akan kita ambil: apakah kita akan memimpin atau malah dipimpin oleh semua emosi tadi.

REMOTE itu adalah kehendak bebas yang di anugerah kan Tuhan pada kita. Kita diberi peluang untuk mengelola dan bertanggung jawab atas semua emosi tadi. Dan kemudian memberi keputusan atas pilihan tadi. Dan keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi kehidupan kita seluruhnya. Misalnya, ketika kita mengalami kegagalan, lalu berbagai macam emosi muncul sebagai reaksi nya, mungkin sedih, kecewa, menyalahkan, merasa bersalah dll. Dan kemudian kita memutuskan apakah kita akan melangkah maju mencoba kesempatan demi kesempatan sampai kita meraih keberhasilan atau kita memutuskan menangisi kegagalan kita dan tanpa mencapai apa-apa.

Lalu bagaimana kalau kita berada pada posisi seolah-olah tidak mampu untuk memberi keputusan atas semua emosi itu?? jawabannya adalah bertanya lah pada provider-nya. Yang menganugerahkan kehendak bebas itu pada kita. Yang juga sekaligus yang melengkapi kita manusia dengan emosi tadi.

Nah.. aku juga menyadari kita harus mulai sadar bahwa tidak ada yang salah dengan emosi itu. Semua ada masanya kan?? masanya untuk tertawa, menangis, sedih, dan yang lainnya juga.  dari pengalamanku, sering kali tidak bisa bangkit itu karna aku berusaha menolak emosi itu atau mungkin menyangkalnya. Dengan berkata aku gapapa!! di situasi yang sebenarnya butuh ditolong . Seolah emosi sedih atau marah itu suatu kesalahan besar yang di lakukan sebagai manusia. Ketika marah misalnya, merasa seolah olah sudah gagal menjadi orang penyabar. Ketika menangis, merasa bahwa sudah gagal menjadi orang yang bahagia, ketika sedih, merasa menjadi manusia paling lemah. BIG NO.. aku pikir semua emosi itu semuanya berguna makanya Tuhan memberi itu.

Yang salah ketika kita menggunakan emosi itu di tempat dan di dosis yang salah menurutku. Untuk itulah masing-masing emosi tadi perlu dilatih ketajamannya. Agar berfungi proporsional. Bukan menjadi emosi yang salah guna, Misalnya ketika kita menangis tapi terbahak bahak .. ehh… bukan, maksudnya ketika mungkin emosi yang berlebihan yang sampe menyakiti orang lain. Atau kita malah tertawa di atas penderitaan orang lain. Itu baru salah. Atau yang lebih salah lagi, ketika emosi membuat kita melakukan dosa.  Lalu bagaimana cara menggunakan emosi itu?? balik lagi, tanya kepada si “Pemberi Anugrah”


#Menjadi Manusia
#pemikiran pribadi

Sabtu, 11 April 2020

Kuatkanlah Hatimu

Yohanes 16:33 (VMD)  Semuanya itu Kukatakan kepadamu supaya kamu menerima damai sejahtera dalam Aku. Di dunia ini kamu menderita, tetapi kuatkanlah hatimu. Aku telah mengalahkan dunia ini.”

Ayat ini merupakan ayat hafalan kelompok PA kami Minggu ini, dan beberapa hari ini ayat ini terus berbicara kuat dalam hatiku.  Di situasi yang sedang terjadi sekarang ini, yang sedikit banyak dan mau ga mau akan terus mengisi pikiran kita. Bagaimana tidak, ketika kita membuka handphone, tanpa kita minta informasi tentang pandemik ini muncul sedemikian rupa. Bahkan sampai  di warung atau pembicaraan anak2 yang sedang bermain di depan rumah terkadang isu ini muncul dari yang serius sampai becandaan.

Nah lalu, bagaimana respon kita?? Haruskah kita marah setiap kali orang2 membicarakan ini?? mengatakan Seolah mereka ikut menambahi isi pikiran kita dengan hal ini?? Tapi tentu saja kita tidak akan sanggup melakukannya. Kecuali kita berdiam diri di goa dan berharap kelelawar atau semut disana juga tidak sedang membicarakan hal yang sama.

Firman Tuhan diatas mengatakan bahwa, ..di dunia ini kamu menderita... Hal itu mengingatkan aku bahwa, ada atau tanpa covid sekalipun, dunia ini akan selalu memberikan kita kesusahan, penderitaan, kesukaran tapi dalam wujud yang berbeda beda. Bukankah sebelum ada pandemik ini kita pernah kesusahan yang lain?? tanpa meremehkan pandemik yang terjadi sekarang ini, tapi sebut saja kesusahan karna sakit penyakit , kesusahan karna harus kehilangan, kesusahan ketika harus menghadapi orang tertentu, kesusahan karna sulit mendapat apa yang kita inginkan, ketika gagal atau bahkan ketika memikirkan tagihan air listrik, bangun pagij, dan masih banyak kesusahan lain. Jadi covid ini hanya wujud derita yang lain yang memang sudah ada di dunia ini. tapi kesusahan yang berbeda menuntut penanganan yang berbeda pula. tentu tidak akan sama cara menangani kesusahan covid dengan kesusahan bagun pagi. misalnya.

Tapi bagaimanapun juga masing-masing kesulitan itu juga mengajarkan kita hal-hal yang perlu kita pelajari terus menerus. belajar kuat, belajar berharap, belajar mempunyai komitment, atau belajar dewasa contohnya.Dewasa dari apa?? dewasa dari bagaimana cara kita menanggapi orang2 yang meresponi pandemik ini dengan cara yang berbeda. 

Suatu kali salah satu temanku ngepost di status wa nya gini… cinaaaa…sambil menambahkan enam atau tujuh emot marah berwarna merah berasap dan juga menambahkan emot jari tengah disana ( plis jangan laporin dia rasis, karna dia temanku). lalu aku mengirim respon ke dia dengan bertanya ada apa. Dan dia menyalahkan wuhan dan cina karena menularkan virus ini sedemikian bahkan menuduh virus ini sengaja dibuat seperti yang marak di beritakan di media sosial. Pemikiran macam apa ini?? pikirku dalam hati. Aku tidak menyangka kalau pemikiran busuk ini datang dari seorang yang ku kenal dekat dan aku tau dia berpendidikan. 

Setelah kami berdebat dan berusaha memberi penjelasan atas ketidak setujuanku. bukan pada pandangannya atau opininya tapi pada sikapnya mengemukakan itu seolah statement, dan lalu menyebarkan itu di media sosial.
Kemudian dia bertanya..”apakah kamu tau siapa pembunuh abraham lincoln?? dan apa motifnya??”
“tidak tau, dan sejauh ini aku tidak tertarik untuk mengetahui sejauh itu” jawabku jujur
“ya sudah, berhenti berdebat, itulah beda nya kita.”katanya. seolah kami adalah dua orang yang berasal dari kutub yang berbeda. Dan tidak akan pernah sepemikiran, seberapapun aku berusaha memberi sudut pandang yang lain.

Ada menit2 kami terdiam dan menenangkan emosi setelah ucapannya. Bukankah ini salah satu cara pendewasaaan?? bagaimana bereaksi pada setiap kondisi. Saya harus memahami ada banyak pemikiran dan ppandangan atas banyak hal termasuk pandemik ini. Dan tidak mungkin bisa kita handle seturut apa yang kita pahami Dan memang seperti itulah adanya. Tuhan menciptakan manusia dan memberikan “ruang” bagi kehendak mereka. Tapi bagiku, cukup memberi sudut pandang yang kupunya dari apa yang kupahami, karna aku mengasihi temanku. Bagaimana itu akhirnya bekerja?, biar itu menjadi rahasia Tuhan .

Berhenti saling menyalahkan, tapi mari kita tetap fokus pada Tujuan kita sebenarnya. Bukan malah menambah bahan pikiran dari hal yang seharusnya tidak perlu di pikirkan. Ada bagian kita untuk tetap berdoa pada bagian yang tidak bisa kita lakukan. Dan itu bekerja! aku mengalaminya ketika salah satu gereja dimana aku beribdah sekarang masiih melakukan pertemuan ibadah di gereja. Bahkan beberapa kali aku diajak untuk ikut berkumpul. 

Sejujurnya ada bagian hati ku yang merasa tidak enak karna menolak ajakan mereka berulang-ulang. Tapi bagian lain berkata lebih kuat bahwa sebaiknya mengikuti peraturan yang ada dan sementara waktu ini mengupayakan ibadah online entah bagaimana bentuknya. Bukan hanya untuk diri sendiri, tapi aku juga rindu kalau kami tidak menjadi batu sandungan bagi yang lain ketika yang lain tidak lagi diperbolehkan menunaikan ibadah mereka sebagai mana biasanya.

Puncaknya suatu kali, aku di ajak untuk ibadah jumat agung beberapa hari sebelum hari h. “karna ini perjamuan kudus, maka kita harus melakukannya secara bersama-sama di gereja”, begitulah isi ajakan itu. aku mulai bergumul bagaimana caranya untuk menjelaskan pada mereka, setelah ajakanku sebelumnya untuk sementara online tidak dihiraukan. Banyak pertimbangan yang aku miliki saat itu. Walaupun sudah sangat yakin tidak akan menghadirinya. Aku sadar, aku anak baru disini dan mungkin sedikit banyak perbedaan budaya akan mempengaruhi makna penyampaianku nanti. Selama beberapa hari aku coba untuk mengirimkan pesan tapi tetaptidak pernah menemukan kata yang tepat, dan pesan itu tidak pernah terkirim.

Aku bagikan ini pada beberapa saudara dan minta dukungan doa. Suatu malam aku berdoa dan meminta pada Tuhan biar hati kami terus dibawa pada arah yang benar. Seperti simei dalam kisah Alkitab yang mengutuki Daud, dan kemudian Daud berkata “… Jika itu dari Tuhan, biarlah dia mengutuki aku..”kurang lebih seperti itu. Dan kemudian dengan pengertian itu aku berdoa, kalau memang mereka mendapati iitu dari Tuhan, biarlah ibadah itu tetap terlaksana. Dan itu menenangkan hatiku sampai hari h tiba . 

Seperti biasa aku mengikuti ibadah online dari gereja tempat ku bertumbuh sebelumnya. Setelah selesai aku kembali pada rutinitas. Siang harinya ibu gembala datang mengunjungi aku, tentu saja aku sangat antusias, karna sudah lama tidak bertemu mereka. Dan akhirnya dari pertemuan itu aku tau kalau ibadah jumat agung tidak dilakukan di gereja, melainkan pelayanan perjamuan kudus dari rumah ke rumah. Karna memang jemaat juga tidak begitu banyak dan masih dalam kawasan yang mudah di jangkau. Luar biasa sekali rasanya, bahkan aku tidak pernah terpikir peleyanan seperti ini sebelumnya. Aku ga bertanya gimana itu bisa terjadi, aku hanya bilang terimakasih  dan rasanya takjub bagaimana Tuhan melakukan bagianNya dengan sangat sempurna.

Cara Tuhan menyatakan pekerjaanNya bagi kita mungkin berbeda-beda. Tapi yang pasti Tuhan ingin kita menemukan suka cita melalui damai sejahtra oleh KebenaranNya sendiri secara mutlak. Banyak musim akan terus berganti . kesulitan akan terus berganti, tapi kasih setia Tuhan juga tidak pernah usang, selalu baru setiap pagi! Begitu kata firman Tuhan . aku tidak bisa katakan unutk berhenti takut atau khawatir, karna itu tidak lahir dengan sendirinya. Hanya, mari terus tanya Tuhan apa yang mau kita niikmati hari ini dan seteruusnya, maka dengan sendirinya ketakutan dan ke khawatiran itu akan pupus.

Aku mungkin ga pernah menyadari sebelumnya kalau aku akan sangat bersuka cita, ketika suatu kali aku tidak bisa menemukan sayuran segar di warung karna isu lock down sementara di tempatku, menyebabkan pemilik warung tidak berani memasukkan sayuran segar beberapa hari itu. lalu aku pulang ke rumah tanpa membawa apa-apa. Aku kemudian menemukan mihun mentah dalam tumpukan stok bahan makanan yang kupunya. Dengan bermodal bawang putih, bawang merah dan telor , aku mengolahnya menjadi mihun goreng.

Entah kenapa pagi itu rasanya pas sekali(biasanya selalu bermasalah dengan takaran garam). Entah mungkkin karna aku udah terlalu lapar, tapi aku tersenyum menikmati sarapanku pagi itu, rasanya mengingatkanku pada masakan di kampung halamanku yang biasanya di beri beberapa potongan daging babi. Aku tersenyum, mungkin sebagian orang tidak bisa menikmati  sarapan seenak yang kupunya hari-hari ini (mungkin penjual mi goreng daging babinya tutup). Mungkin jika aku mendapat sayur segar tadi pagi, aku tidak akan menikmati sarapan seenak ini pagi ini. “Ahh…tapi bukan “mungkin”, karna Tuhan sudah meenyediakan bagian ini untuk aku nikmati pagi ini” Pikirku lagi sambil melanjutkan sarapan pagi iitu

Lalu, bagian selanjutnya dari Firman Tuhan diatas berkata bahwa, ...kuatkan lah hatimu, Aku(Tuhan Yesus) sudah mengalahkan dunia ini. Hari ini kita mengingat kembali kematian Tuhan Yesus di kayu salib. Mengingatkan kita bahwa sakit penyakit, kesusahan dan penderitaan sudah di tanggung Nya di kayu salib. Lalu apa bagian kita selanjutnya??

Mari bertanya pada Tuhan, apa yang mau kita kerjakan hari hari ini. Biar kita tetap fokus mendengar suara Tuhan diantara suara suara lain yang terus mengisi pikiran kita. Hari ini kita mungkin belajar 1+1=2, jika kita terus melatih diri kita, besok mungkin kita akan tau kalau 2-1=1 dan selanjutnya. Ga masalah kita tau lebih sedikit dari teman yang lain, tapi setiap proses pembelajaran itu berharga bagi siapa saja yang mau memaknai.

Hari ini kita mungkin belajar bagaimana cuci tangan bisa membunuh kuman, bagaimana siklus pertumbuhan dan penyebaran virus, atau minimal kita jadi tau salah satu jenis virus yang pernah menghampiri hampir seluruh belahan dunia yaitu covid 19

Masing2 kita mungkin bisa menanggapi dengan cara yang berbeda, tentu ga jadi masalah karna memang begitulah adanya. Karna itu juga Tuhan punya panggilan yang berbeda2 kepada kita. Ga bisa juga memaksakan orang lain untuk sepaham dengan apa yang kamu pikirkan sekalipun menurutmu apa yang kamu pikirkan adalah hal yang terbaik, karna mungkin dia pun memikirkan hal yang sama tentang pemikirannya. Yang perlu dipahami bahwa pastikan kita memandang Tuhan yang sama